Menu

Mode Gelap
Wartawan AJNN Aceh Dilaporkan ke Polisi, Ini Sikap Tegas PJS Perhimpunan Jurnalis Siber Provinsi Lampung Resmi Dibentuk P3K Bakal Tak Diusulkan Lagi Pelajar SDN Handuyangratu Masih Belajar di Eks Balai Desa Disdikbud Persiapkan SDM Dalam Era Pembelajaran Digital

Opini · 10 Des 2018 21:46 WIB ·

Perangi Korupsi Tanpa Sensasi


 Perangi Korupsi Tanpa Sensasi Perbesar

Oleh: Ferdani
(Jurnalis Radar Kotabumi)
SETIAP 9 Desember, sejumlah negara, termasuk Indonesia, memperingati Hari Anti Korupsi Internasional. Agenda tahunan itu digelar untuk mengingatkan semua pihak akan bahaya korupsi dan bagaimana upaya pencegahannya.
Namun, di sisi lain, muncul suasana keprihatinan yang mendalam terhadap praktik korupsi di Indonesia yang diyakini masih cukup marak terjadi. Fenomena korupsi di negeri ini ibarat kanker yang secara perlahan-lahan mengerogoti dan menjalar ke seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Korupsi disinyalir terjadi di semua lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, hingga lembaga bisnis. Korupsi merambah dari kota hingga pelosok desa.
Maraknya praktik korupsi bisa dilihat dari sejumlah upaya penindakan yang dilakukan institusi penegak hukum. Selama kurun 2004–Maret 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani 594 kasus korupsi yang melibatkan 643 pelaku. Hingga awal 2017, Kejaksaan Agung telah menangani 1.452 kasus korupsi di tingkat penyidikan di seluruh Indonesia dan sedang menuntut 2.066 pelaku korupsi ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) pada 28 Oktober 2016–22Agustus 2017 telah menerima 25.171 aduan praktik suap atau pungli. Sungguh sebuah angka yang cukup mencengangkan.
Ironisnya lagi, para pemimpin di negeri ini, khususnya kepala daerah yang diharapkan bisa menjadi pelopor pemberantasan korupsi justru ikut terseret. Merujuk data Kementerian Dalam Negeri, pada awal 2017 saja ada 361 kepala daerah terseret kasus korupsi. Masih banyak pejabat yang bertindak dan bertingkah laku jauh dari semangat antikorupsi. Selain itu, tidak sedikit pula aparat penegak hukum yang seharusnya memberantas korupsi malah terlibat dan menjadi tersangka korupsi.
Suasana prihatin di tengah perayaan Hari Antikorupsi juga karena Indonesia, selama 10 tahun terakhir belum bisa keluar dari zona negara terkorup dunia berdasar penilaian Tranparency International. Dengan skor indeks persepsi korupsi (IPK) terendah 0 dan tertinggi 100, Indonesia selalu meraih rapor merah atau di bawah skor 50. Pada 2015, skor IPK Indonesia adalah 36 dan menempati posisi ke-88 di antara 168 negara. Terakhir, pada 2016, skor IPK Indonesia bertambah satu poin menjadi 37 dan berada di urutan ke-90 dari 176 negara. Peringkat Indonesia tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negeri jiran, misalnya Singapura dan Malaysia.
Harus diakui, persoalan korupsi di Indonesia yang sudah sedemikian terstruktur, sistematis, dan masif ini tidak mudah diselesaikan. Belum ada obat mujarab yang jitu untuk menyembuhkan penyakit korupsi di Indonesia. Meski demikian, upaya memerangi atau mengurangi praktik korupsi yang luar biasa (extra ordinary) harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa pula dan melalui pendekatan yang juga terstruktur, sistematis, dan masif.
Salah satu cara luar biasa memerangi korupsi adalah dengan upaya penindakan atau penegakan hukum yang keras dan tanpa kompromi terhadap pelaku korupsi. Selama ini institusi penting yang bekerja memberantas korupsi adalah KPK, Kejaksaan, Polri, Satgas Saber Pungli, dan pengadilan. Sebagai upaya memberikan efek jera, pelaku yang terbukti melakukan korupsi sebaiknya tidak hanya dihukum penjara dengan seberat-beratnya dan mengembalikan uang korupsi ke kas negara. Namun, mereka juga perlu dimiskinkan dengan menggunakan regulasi anti pencucian uang. Tindakan yang keras untuk koruptor, baik secara hukum maupun administratif, setidaknya memberikan dampak mengurangi niat orang lain untuk melakukan korupsi.
Meskipun pendekatan penindakan atau penegakan hukum tetap penting dan harus dilakukan, langkah itu dinilai belum mampu menyelesaikan semua masalah korupsi di negeri ini. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi sebaiknya tidak saja berfokus kepada upaya penindakan. Namun, itu juga harus berkesinambungan dengan upaya pencegahan korupsi.
Upaya-upaya pencegahan korupsi harus tetap menjadi prioritas untuk mempersempit ruang gerak para koruptor yang hendak mencuri uang rakyat maupun melakukan penyimpangan. Sesungguhnya di lingkungan eksekutif, legislatif, dan yudikatif sudah banyak program antikorupsi yang ditawarkan dalam rangka mencegah adanya penyimpangan atau praktik korupsi. Namun, yang sangat diperlukan saat ini ialah memastikan program pencegahan tersebut dilaksanakan secara sungguh-sunguh dan tidak hanya sebatas seremoni belaka.
Namun demikian, langkah penindakan dan pencegahan antikorupsi itu hanya akan berjalan dengan baik jika didukung dengan komitmen yang kuat dari pemimpin di setiap lembaga, baik di lingkungan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sinergisitas antarlingkungan kekuasaan dan penegak hukum akan menjadi faktor pendorong yang efektif dalam memerangi korupsi di negeri ini. Lembaga pemberantasan korupsi yang sudah ada sebaiknya juga harus diperkuat bukan justru sebaliknya diperlemah atau dibubarkan.
Selain langkah represif dan preventif, upaya pemberantasan korupsi akan sangat efektif jika dilakukan melalui pendidikan moral dalam rangka menanamkan nilai-nilai antikorupsi kepada masyarakat sejak usia dini maupun dalam lingkup keluarga. Nilai-nilai antikorupsi yang dimaksud, antara lain kejujuran, kepedulian, kemandirian, keadilan, tanggung jawab, kerja sama, sederhana, keberanian, dan kedisiplinan. Intinya ialah membiasakan setiap individu atau keluarga untuk berperilaku antikorupsi setiap hari di mana pun dia berada.
Pada akhirnya, untuk mengingatkan semua pihak agar tetap berkomitmen antikorupsi atau terus berjuang melawan korupsi sebaiknya tidak hanya dilakukan setiap 9 Desember saja. Perlu dibangun kesadaran bagi seluruh elemen masyarakat, aparatur negara, para pejabat, maupun pemimpin untuk membangun kesadaran antikorupsi setiap hari.
Alhamdulillah, sejauh ini komitmen Kejaksaan Negeri Lampung Utara (Kejari Lampura) dalam mewujudkan wilayah bebas korupsi tidak hanya sebatas mencari sensasi. Terlebih dalam urusan pelayanan publik. Hal ini dibuktikan dari raihan penghargaan Siddakharya 2018 oleh Kejari Lampura pada penutupan rakernas Kejaksaan di Grand Inna Beach Bali Hotel, Jumat (30/11) lalu.
Dalam ajang bergengsi tersebut, Kejari Lampura berhasil meraih penghargaan juara harapan II, untuk institusi aparat penegak hukum dengan tipe B di seluruh Indonesia, atas dasar lampiran surat Jaksa Agung Muda No. B-86/H/Hjw/12/2018, pada 23 November 2018 lalu. Penyerahan penghargaan tersebut, diserahkan langsung oleh Jaksa Agung H.M. Prasetyo kepada Kajari Lampura, Yuliana Sagala, S.H., M.H.
Penghargaan Siddakharya ini, tentunya merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Kejari Lampura. Namun juga perlu diingat, raihan penghargaan tersebut masih di bawah penghargaan yang diterima oleh Kejaksaan Negeri Bangka Selatan, Gianyar, Belitung, dan Situbondo.
Itu berarti, masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi oleh Kejari Lampura, baik dalam pelayanan publik, sistem kerja, dan penindakan hukum. Keterbukaan pelayanan publik kepada masyarakat melalui Program E-Sigermas, dan melakukan sosialisasi di sekolah-sekolah, desa-desa, perusahaan, dan perkantoran di Dinas Pemerintah Kabupaten Lampura yang selama ini dinilai sudah berjalan cukup baik perlu ditingkatkan lagi, agar Wilayah Bebas Korupsi (WBK) benar-benar dapat terwujud dan bukan seremoni belaka.
Program Sigermas yang berbasis Android tersebut, dapat diunduh oleh masyarakat melalui aplikasi Play Store. Di dalam aplikasi tersebut, masyarakat dapat mengadukan persoalan hukum, mengajukan permohonan Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D), menanyakan persoalan hukum yang sedang ditangani, menanyakan jadwal sidang suatu perkara, jadwal tilang, dan masih banyak lagi.
Untuk melakukan pencegahan aksi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejari Lampura, selama ini juga aktif melakukan berbagai macam penyuluhan dan penerangan hukum. Di antaranya melakukan penyuluhan disejumlah instansi pemerintah setempat, sekolah dan desa, melalui Program Jaksa Masuk Sekolah (JMS), Sigermas, dan Program TP4D. Semoga beragam program benar-benar dapat menjadi sebuah solusi jitu untuk mengentaskan korupsi di Bumi Ragem Tunas Lampung. Semoga!! (*)
Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

IKA PMII Lampura Gelar Silaturahmi, Tebak Apa yang Dibahas ya???

11 Agustus 2023 - 00:11 WIB

Dibantu Malah Jadi ‘Pekara’

26 Juli 2023 - 23:31 WIB

Dikejar Target

19 Mei 2023 - 08:31 WIB

PIlkades Bersumber Dari Dua Mata Anggaran

14 Maret 2023 - 20:30 WIB

Perlunya Pengawasan Pemuktahiran Data

13 Maret 2023 - 19:41 WIB

Pentingnya Pendampingan Anak Korban Banjir

12 Maret 2023 - 17:20 WIB

Trending di Beranda