ANCAMAN akan menduduki gedung DPRD jika lembaga itu batal menggunakan Hak interpelasi, terkait uang proyek tahap I dan II, disikapi dengan dilakukannya mediasi antara para rekanan dan ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sebuah langkah kongkrit yang dilakukan ketua DPRD dalam mencarikan solusi terhadap persoalan tersebut.
Meskipun ini agak melenceng dari sikap awal yang ditunjukan lembaga itu, yang telah terlanjur gembar-gembor untuk menindaklanjuti persoalan dimaksud dengan mempergunakan Hak Interpelasi.
Artinya, lembaga itu akan mempergunakan hak istimewanya untuk mempertanyakan kepada pemerintah terkait kebijakan strategis dan menyangkut masyarakat luas yang diambil pemerintah. Ada konsekwensi logis dari penggunaan hak tersebut selain berpengaruh secara politik.
Amat berbeda dengan jalur mediasi yang diambil. Disini DPRD lebih sebagai fasilitator untuk mempertemukan kedua kubu yang saling berseberangan. Kemudian mencarikan solusi terbaik yang dapat diterima pihak-pihak. Sebuah langkah yang nyaris tanpa resiko dan konsekwensi apapun. Karena mediasi merupakan jalur tengah dan jalur paling aman.
Hanya yang patut diingat, akar persoalanya bukan pada selisih faham antara kedua kubu. Tetapi menyangkut hak dan kewajiban dari masing-masing kubu. Rekanan menagih apa yang menjadi haknya yang merupakan kewajiban pemerintah untuk membayarnya. Sementara pemerintah kabupaten Lampura belum dapat menunaikan kewajibanya, lantaran suatu sebab. Nah sebabnya inilah yang mestinya menjadi ranah DPRD untuk menggalinya.
Jika dikatakan, dana pemerintah daerah belum tersedia karena masih menunggu kucuran dari provinsi dan pusat, maka harus jelas mengapa sampai demikian. Sementara bupati Lampura Agung Ilmu Mangkunegara dengan tegas mengatakan bahwa uang Lampura banyak dan semuanya dapat dibayar dengan uang pemerintah tersebut. Lantas mengapa terjadi kemacetan pembayaran yang membuat para rekanan beberapa kali melakukan aksi.
Mediasi juga pasti akan menemukan jalan buntu, apalagi besar kemungkinan dana tersebut baru dapat dibayarkan pada 2018 mendatang. Karena rekanan tidak dapat menerima itu dan akan menyentuh jalur hukum.
Menjadi sebuah pertanyaan, ketika kemudian DPRD justru mengambil langkah mediasi dan bukan interpelasi. Sementara diketahui jalur mediasi adalah jalan buntu untuk penyelesaian persoalan tersebut.Apakah DPRD mulai mengendur fungsi pengawasanya, atau ada pertimbangan lain. Walluhualam biswab
Wassalam (***)