Oleh : Hi. Makmur, M. Ag
(Ketua DMI Kabupaten Lampung Utara)
Ibadah puasa yang secara fisik, tidak makan dan minum serta menahan hawa nafsu dari perbuatan jahat, mempunyai makna bahwa didalam kehidupan ini untuk senantiasa menyebarkan kasih sayang dengan secara langsung dapat merasakan penderitaan orang-orang miskin yang setiap harinya jarang bertemu dengan makanan, dus dengan demikian kita tahu betapa sakitnya penderitaan orang-orang yang serba kekurangan itu. kita merasakan itu hanya satu hari sampai dengan bedug magrib tanda berbuka, setelah itu dapat makan dan minum seperti biasanya, bagaimana dengan mereka yang berpuasa berhar-hari?.
Dengan merasakan penderitaan langsung maka akan timbul dalam setiap diri manusia rasa empati dan simpati kepada siapun yang membutuhkan pertolongan, bahkan lebih dari itu akan timbul dorongan yang kuat di dalam diri manusia untuk senantiasa membantu, menjaga orang-orang tersebut agar tidak terulang dalam penderitaannya
Iniah keutamaan puasa yang akan menjadi madrasah bagi kita, ia akan mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menyebarkan kedamaian dan kesejukan kepada seluruh umat manusia. Disaat kita melaksanakan puasa, maka kita dilatih untuk tidak saling benci, saling hujat, saling hina, saling bermusuhan, dan sebaliknya kita di latih oleh puasa untuk saling mengasihi, menyayangi, menghargai dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Karena sesungguhnya ajaran Islam itu menjunjung tinggi kebersamaan, keselamatan, keharmonisan dan perdamaian baik dengan sesama umat Islam maupun dengan umat yang lain.
Dalam sebuah hadist yang di riwayatkan Bukhari, Rosul bersabda :”Para sahabat bertanya, amalan Islam apakah yang paling baik, Rosulullah saw menjawab : memberikan makan kepada orang yang membutuhkan dan memberika salam kepada orang yang kau kenal dan orang yang tidak kenal”.(HR Bukhori)
Ada dua kemuliaan ajaran Islam dalam hadis tersebut, Pertama, Rosulullah Saw mendorong dan menganjurkan kepada umatnya untuk memberikan makan kepada yang membutuhkan. Ini menunjukan bahwa ajaran Islam sangat perduli terhadap kondisi sosial kemasyarakatan. Islam tidak menginginkan ada orang lain dalam penderitaan, karena kekurangan, kemiskinan dan kebodohan, sementara di fihak lain ada orang yang berkecukupan dan hidup hura-hura dalam kemewahan.
Dalam arti yang lebih luas memberikan makan juga mempunyai makna untuk dapat saling bantu dengan sesama dengan tidak memandang dari suku dan golongan mana ia berasal, sepanjang saling menolong itu dalam bingkai kebajikan, karena kebajikan yang hakiki adalah jalan menuju taqwa.
Dan sebaliknya perbuatan makar dan kerjasama dalam kejahatan sangat ditentang oleh ajaran Islam, sebagaimana yang di jelasakan Allah swt dalam Al Quran “Dan tolong menolonglah (Ta’awun) kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan keburukan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya”(QS.5 :2)
Konsep ta’awun (tolong menolong) yang diperintahkan Allah Swt dalam ayat di atas, sesungguhnya akan mempermudah pekerjan dalam memperluas wilayah maslahat, menampilkan persatuan dan keutuhan umat. Dan hal ini harus difahami berlaku umum, termasuk berlaku pada non muslim, selama ta’awun itu dalam konteks kebaikan (al-birr), karena kebaikan adalah milik semua manusia.
Apalagi dalam realitanya, bahwa banyak juga permusuhan dan keburukan yang di lakukan dalam bentuk ta’awun. Dengan demikian jelas bahwa dalam ayat ini Allah perintahkan agar ta’awun diarahkan pada hal-hal positif dalam rangka meningkatkan taqwa manusia. Seperti yang di contohkan oleh Syeh Al Qurtubi, bahwa sikaf ta’awun itu seperti orang alim menolong manusia dengan ilmunya, orang kaya menolong dengan hartanya, pejabat menolong dengan kedudukannya dsb, sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.
Makna yang kedua dari hadis tersebut adalah memberikan salam kepada yang orang di kenal maupun kepada yang tidak di kenal. Ini artinya umat Islam di tuntut untuk menyebarkan salam kepada siapa saja. Atasan kepada bawahan atau sebaliknya, orang kaya pada orang miskin atau sebaliknya, pejabat kepada rakyat atau sebaiknya, bahkan kepada orang yang berlainan agama sekalipun.
Harus difahami bahwa yang dimakusudkan salam dalam hadis tersebut adalah keselamatan yang berarti juga kesejukan serta kedamaian. Dan memberikan kedamaian ini kepada siapa saja, sebagaimana perintah Rosulullah saw yaitu kepada orang yang kita tidak kenal sekalipun, atau kepada orang yang berbeda agama sekalipun.
Itulah sebabnya, ibadah pokok dalam agama Islam, yaitu sholat yang harus diahiri dengan ucapan salam. Ini artinya bahwa setip orang yang telah melakukan ibadah kepada Allah, maka di tuntut untuk menebarkan salam, menebarkan kesejukan, menebarkan kedamaian kepada seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini. Dan inilah Agama Islam yaitu Agama Rahmatan lil’alamin menjadi rahmat untuk seluruh alam. (wallahu’alam)