Marilah kita asah ketaqwaan kita dengan menguras kelakuan keji dan dosa. Dan Marilah kita pertajam keta’atan kita kepada-Nya dengan memenuhi hari-hari Ramadhan yang tersisa dengan berbagai amal dan laku yang mulia. semua itu dalam rangka mengharap rahmah dan berkah malam mulia, malam seribu bulan yaitu laylatul Qadar.
Marilah kita asah ketaqwaan kita dengan menguras kelakuan keji dan dosa. Dan Marilah kita pertajam keta’atan kita kepada-Nya dengan memenuhi hari-hari Ramadhan yang tersisa dengan berbagai amal dan laku yang mulia. semua itu dalam rangka mengharap rahmah dan berkah malam mulia, malam seribu bulan yaitu laylatul Qadar.
Hadirin yang dirahmati Allah
Diantara momentum Ramadhan yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah malam laylatul Qadar, yaitu malam diturunkannya al-Qur’an, seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 185
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Sungguh malam itu adalah malam mulia, malam penuh berkah yang tidak boleh diragukan lagi. Karena Allah swt sendiri mengungkapkan dalam surat ad-Dukhan ayat 3:
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.
Malam yang berkah itu tentunya berbeda dengan malam-malam lain. Allah swt mengistimewakan nilai malam ini lebih dari malam seribu bulan. Karena pada malam itu Malaikat turun ke bumi mengatur segala urusan. Sesuai dengan perintah-Nya mereka, para malaikat akan menetapkan berbagai takdir manusia mulai dari rizki, mati, jodoh dan semuanya. Karena itulah di namakan laylatul Qadar , malam penentuan taqdir manusia. Sudah selayaknya kita sebagai hamba yang menginginkan taqdir baik, apabila menekuk lutut bersimpuh di malam-malam itu, karena ini berhubungan dengan nasib kita sebagai hamba. Seperti seorang budak yang memohon kepada majikannya. Allah mengkhususkan keterangn ini dalam satu surat penuh, surat al-Qadar yang artinya :
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan * Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? * Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan * Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan * Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar
Jika demikian, lantas apakah perbedaan nuzulul qur’an dengan laylatul qadar? untuk menjawab hal ini ada baiknya kita merujuk pendapat Ibnu Abbas bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah dari lauhil mahfudz ke baitul izzah pada malam laylatul qadar secara keseluruhan. Dan kemudian Allah menurunkannya secara berangsur-angsur kepada nabi besar Muhammad saw untuk pertama kalinya pada malam 17 Ramadhan di Gua Hira melalui perantara Jibril.
Dengan demikian malam nuzulul qur’an yang diperingati umat muslim di Indonesia pada malam tanggal 17 Ramadhan merujuk pada kali pertama al-Qur’an diturunkan secara berangsur kepada Rasulullah saw . Adapun lailatul qadar adalah malam diturunkannya al-Qur’an oleh Allah dari lauhil mahfudh ke baitul izzah, secara keseluruhan.
Oleh sebab itu hanya Allah swt lah yang tahu persis waktu-waktu malam laylatul qadar dan pengecualian beberapa orang yang di kehendaki-Nya sendiri. Hal inilah yang kemudian menghadirkan banyak pendapat dan penafsiran mengenai laylatul qadar.
Misalkan sebuah hadits imam bukhari yang menyatakan “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR Bukhari). Kedua, “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)
Kapanpun laylatul qadar itu terjadi, yang perlu diperhatikan adalah bahwa Allah akan menilai bukan hanya ibadah kita pada saat itu saja, namun dari kontinuitas ibadah selama Ramadhan, tidak serta merta kita hanya memfokuskan penuh beribadah pada hari-hari ganjilnya saja.
Tidak ada ibadah yang lebih mulia di malam-malam ini kecuali dzikir dan berdo’a untuk kebaikan dunia dan akhirat. Sambil beriktikaf dan memburu Lailatul qadar, segunung doa dipanjatkan. Selaut permohonan ditujukan. Namun apakah saat itu pula dikabulkan?
Inilah perlunya intropeksi diri. Mengapa seringkali do’a-do’a itu hanya terasa mengawang tanpa balasan dari Yang Berwenang? Apakah ada yang kurang? Mengenai hal ini Ibrahim Adham pernah berkata bahwa “Doamu tidak dikabulkan Allah lantaran sepuluh perkara: Pertama, Engkau mengenal Allah, tetapi engkau tidak mendatangi kewajiban-kewajiban-Nya. kedua, Engkau membaca al-Qur’an, tetapi engkau mengamalkan ya. Ketiga, Engkau mengatakan menjadi musuh syetan, tetapi engkau malah mengikuti nya. keempat, Engkau mengatakan menjadi Umat Nabi Muhammad saw, tetapi engkau tidak mengikuti jejaknya. Kelima, Engkau berkeinginan masuk surga, tetapi engkau tidak mau beramal yang dapat menghantarkanmu ke surga. Keenam, Engkau menginginkan selamat dari api neraka, tetapi engkau mencampakkan dirimu ke dalamnya. Ketujuh, Engkau mengatakan bahwa mati itu pasti, tetapi engkau tidak mau mempersiapkan bekal untuk mati. Kedelapan, Engkau sibuk meneliti cela kawan-kawanmu, tetapi engkau tidak mau memperhatikan cela dirimu sendiri. Kesembilan, Engkau makan nikmat dari Tuhamu, tetapi engkau tidak pernah bersyukur kepadanya. Sepuluh, Engkau ikut mengubur orang mati, tetapi engkau tidak dapat mengambil i’tibar (pelajaran) dari peristiwa itu.”
Dengan demikian kita sekarang mengerti apa sebenarnya penyebab ditangguhkannya permohonan-permohonan kita oleh Allah swt. Sebaiknya kita mengetahui posisi kita dari sepuluh daftar di atas dan segera memperbaikinya. Mumpung malam-malam ganjil masih tersedia. Sehingga kita dapat bertamu di malam-malam itu dengan lebih bersih dan percaya diri dengan do’a-do’a kita.
Demikian artikel ini, semoga kita semua dapat meraih laylatul qadar bersama-sama. Ya Allah kami hamba-Mu ini bukanlah orang yang malas untuk beribadah kepada-Mu, tetapi alangkah bersykurnya kami, jika kau taqdirkan kami menjadi hamba-hamba yang shaleh. Amien&am