Oleh : Ustadz Ir. H. Azwar Yazid, M.M(Masjid Al-Falah)
بسم الله الرحمن الرحيم
ا لسلا م عليكم ور حمت ا لله وبر كا ته
Innal hamdalillahi, nahmaduhuu wa nasta’iinuhuu wa nastaghfiruh, wa na’uudzubillaahi min syuruuri anfusinaa, wa min sayyiaati a’maalinaa, mayyahdihillaahu falaa mudhillalah, wa mayyudhlil falaa haadiyalah.
Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallah, Wahdahu Laa Syariikalaah, Wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhuu Wa Rasuuluhuu, Laa Nabiyya Ba’dah.
Allahumma sholli wa sallim ‘alaa muhammadin, wa ‘alaa alihii wa ash haabihi, wa man tabi’ahum bi ihsaani ilaa yaumiddiin.
Allaahumma Shalli ‘Alaa Syayyidinaa Muhammadin, Wa ‘Alaa AalihiiWa Shahbihii, ‘Ajma’iin. ammaa ba’du..
Ma’asyirol Muslimin, Rahimakumullah
Dalam kesempatan pada malam yang diberrkahi dan dirahmati Allah SWT kali ini, yaitu malam ke……… Ramadhan 1440 Hijriah.
Izinkan saya, untuk menyampaikan materi kultum kita, dengan judul, “ Petunjuk Rasulullah Saw, Dalam Menjalankan Puasa Ramadhan “. Sebagai salah satu upaya, untuk lebih memotivasi kita, di dalam menjalan ibadah puasa ramadhan, secara kaffah dan istiqomah.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwasanya Bulan Ramadhan, adalah salah satu bulan, yang paling dinanti-nantikan, oleh seluruh umat islam di dunia atau seantero maya pada ini.
Dan di setiap bulan Ramadhan tersebut, umat islam sangat-sangat dianjurkan, untuk memperbanyak amal ibadahnya, karena segala pahala amal ibadah, yang dikerjakan akan dilipatgandakan.
Salah satu, ibadah utama bulan ramadhan, yang harus diperhatikan, adalah puasa ramadhan, dalam sebulan penuh, yang apabila dilakukan dengan sempurna, maka sang pelakunya, insyaallah akan mendapatkan gelar atau predikat, sebagai ummatan mutaqun, seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah ayat 183 yaitu :
Yā ayyuhallażīna āmanụ, kutiba ‘alaikumuṣ-ṣiyāmu, kamā kutiba ‘alallażīna ming qablikum. la’allakum tattaqụn.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.
Oleh karena itu, maka dalam rangka menggapai predikat tersebut, seorang muslim, seharusnya berupaya memperhatikan, etika yang diberlakukan, didalam menjalankan ibadah puasa ramadhannya, teramat khusus, keharusan kita mengikuti, segenap petunjuk rasulullah SAW, sebagaiman tertuang didalam beberapa hadis Rasulullah.
Sebab petunjuk puasa dari Nabi Muhammad SAW, adalah petunjuk yang paling sempurna dan paling mengena, untuk mencapai maksud dan tujuan puasa ramadhan, disamping sebagai TIPS, yang paling mudah diterapkan, oleh setiap individu umat muslim.
Tips dimaksud diantaranya, ada yang wajib hukumnya dan ada pula yang sunnah hukumnya, yang antara lain adalah sebagai berikut :
- Mengakhirkan Sahur
Maksudnya adalah berupaya sedapat mungkin untuk makan sahur, dan menunda pelaksanaannya hingga di penghujung waktu sahur.
Rasulullah SAW bersabda “ Makan sahurlah kamu, karena sahur itu mengandung berkah.”
Jadi, sahur adalah makanan yang penuh dengan berkah.
“ Dan sebaik-baik makanan sahur adalah kurma “.
- Menyegerakan Berbuka
Etika Berpuasa yang kedua, adalah Segera berbuka (bila telah sampai waktunya),
Rasulullah bersabda “ Orang-orang masih akan mendapat kebajikan, selagi mereka segera berbuka .”
Dan ifthar (berbuka), dengan memakan beberapa buah ruthab (kurma basah), sebagaimana disebutkan di dalam hadits Anas yang menuturkan: “ Rasulullah itu biasanya berbuka sebelum melakukan shalat, dengan makan beberapa ruthab (kurma basah), dan jika tidak ada ruthab maka kurma kering, dan jika tidak ada kurma kering, maka beliau meneguk beberapa teguk air minum .”
- Menghindari Rafats
Selanjutnya dalam menjalankan ibadah puasa, hendaklah ia Menghindari rafats, karena
Rasulullah SAW bersabda: “ Apabila pada hari seseorang diantara kamu berpuasa, maka janganlah ia berbuat rafats ….”
Rafats adalah jatuh di dalam perbuatan maksiat.
Nabi SAW juga bersabda: “ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, atau tetap melakukannya, maka Allah SWT tidak akan menghiraukan orang itu meninggalkan makanan dan minumannya (berpuasa). ”
Dan hendaklah orang yang berpuasa, meninggalkan semua perbuatan haram, seperti menggunjing, perkataan jorok dan dusta, karena perbuatan haram tersebut, dapat menghapus seluruh pahala puasanya;
Rasulullah SAW telah bersabda: “ Betapa banyak orang yang berpuasa, ia tidak mendapatkan apapun dari puasanya, selain rasa lapar belaka.”
- Mengurangi Aktivitas Sia-Sia
Dan di antara hal-hal yang dapat mengurangi pahala kebajikan, dan mendatangkan dosa-dosa, adalah Bermalas-malasan, mengerjakan shalat malam, dzikir dan ibadah-ibadah lainnya, sebagaimana yang terlihat, banyak dilakukan oleh sebagian dari kita, dimana kesemuanya itu, cenderung menjadikan bulan ramadhan, sebagai bulan tidur di siang hari, untuk mengalihkan rasa lapar, dan yang biasanya pula berakhir, dengan terabaikannya untuk menunaikan, shalat wajib dan shalat sunnah, baik secara individu maupun secara berjama`ah, di mushola ataupun masjid.
Dan yang lebih miris lagi, adalah tradisi atau prilaku sebagian besar umat islam indonesia, dimana ketika menyambut serta berada diposisi bulan ramadhan, justeru cenderung disibukkan dengan bertransaksi di pasar dan shoping di swalayan serta super market; bahkan ada pula yang sibuk dengan menjahit pakaian, atau mengumpulkan serta mengoleksi berbagai mode pakaian, terlebih – lebih lagi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, yang justeru merupakan hari-hari kemuliaan bulan suci ramadhan, sehingga membuat banyak orang umat islam indonesia, lalai dan terjebak, untuk tidak memamfaatkan waktu dipenghujung ramadhan, guna meraih sebanyak-banyaknya pahala dan kebajikan bulan ramadhan, alias terlepas untuk menggapai hakekat bulan suci ramadhan.
- Menahan Amarah dan Emosi
Rasulullah SAW bersabda: “ Dan jika ada seseorang yang menyerangnya atau memakinya, maka hendaklah ia (orang sedang berpuasa) mengatakan: Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa. ”
Maksud dari kalimat Aku sedang berpuasa adalah, Yang pertama sebagai teguran bagi dirinya sendiri, dan yang kedua sebagai teguran bagi lawannya.
Sebab kebanyakan orang-orang yang berpuasa, akan menemukan lawan dari akhlak mulia di atas, yaitu orang yang tidak berpuasa.
Maka wajib (bagi kita yang berpuasa), untuk mengendalikan nafsu dan selalu menjaga ketenangan, selam menjalankan ibadah puasa ramdhan
- Tidak Makan Berlebihan
Etika puasa selanjutnya adalah Tidak terlalu banyak makan,
karena hadits mengatakan: ” Tiada bejana yang dipenuhi oleh manusia, yang lebih buruk daripada perutnya ….”
Hadits tersebut mengingatkan kepada kita, bahwa Hanya orang-orang yang berakallah, yang makan untuk hidup, bukan sebaliknya hidup untuk makan, dan sebaik-baik makanan adalah yang membantu, sedangkan seburuk-buruknya makanan adalah yang menyibukkan.
Betapa banyak manusia yang tenggelam, di dalam pengadonan atau pembuatan berbagai macam makanan, hingga menyita banyak waktu para kaum ibu dan para pembantu rumah tangga, bahkan sampai – sampai, membuat mereka lalai memanfaatkan bulan ramadhan, sebagai arena memperbanyak amal ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum, Dan hitung punya hitungan, ternyata nilai uang yang dihabiskan, untuk membeli bahan-bahan makanan, ternyata jauh lebih besar dari pada hari-hari biasanya.
Sehingga makna bulan puasa yang semula merupakan bulan mengekang hawa nafsu, ternyata berubah menjadi bulan mengumbar hawa nafsu. Seperti sikap dan prilaku umat islam, yang memiliki kecenderungan, untuk makan bagaikan orang yang tidak pernah makan dan minum seperti orang yang tidak pernah minum,
- Mendermakan ilmu, harta, kemuliaan, badan dan akhlak.
Memadukan puasa dengan memberikan makanan, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pelakunya masuk surga, sebagaimana disabdakan oleh baginda Rasulullah SAW: “ Sesungguhnya di surga itu ada kamar-kamar, yang luarnya terlihat dari dalam, dan bagian dalam tampak dari luar, yang disediakan oleh Allah SWT, bagi orang yang memberikan makanan, memperlembut pembicaraan, menyambung puasa (Ramadhan dengan puasa enam hari Syawal. ) dan shalat di malam hari di waktu manusia sedang istirahat.”
Dan sabda beliau:“ Barangsiapa yang memberi buka puasa, kepada seorang yang berpuasa, maka ia memperoleh sebesar pahalanya, dengan tidak mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: “ Yang dimaksud memberinya makanan untuk berbuka puasa adalah sampai orang itu kenyang.”
Wallahu A’lam Bisshowab
Billahitaufiq Wal Hidayah, Fastabiqul Khairot,
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.