Oleh: Desyadi, S.H, M.M., (Kepala BPKAD Lampura)
Jum’at (9/8) sekitar pukul 15.00 Waktu Arab Saudi (WAS), kami sampai di Arofah. Keesokan harinyaSabtu (9/9) setelah wukuf dimulai yaitu setelah khotbah wukuf maka jutaan jamaah haji berdoa ditenda masing-masing. Apalagi sekitar pukul 15.00 WAS Padang Arafah diguyur hujan yang cukup deras. Hari itu juga, setelah sholat magrib kami diberangkatkan menuju Musdalifah untuk melakukan mabit dan sesuai sunah rosulullah mencari batu untuk melontar 3 jamarot.
Tengah malam sekitar pukul 02.00 WAS, kami berangkat menuju pemondokan di Mina. Setelah beristirahat, sekitar pukul 10.00 WAS pagi kami melanjutkan untuk melempar jumroh aqobah dan sekalian tahalul awal.
Prosesi melempar jumrah Aqobah cukup melelahkan. Kami harus menempuh perjalanan sejauh sekitar 6 Km pulang pergi (PP). Kemudian melakukan ritual tahallul awal, sebagai tanda sahnya jemaah haji melepas pakaian ihram dan menggantikannya dengan pakaian biasa. Hal itu menandakan, semua larangan ihram yang tadinya di dilarang menjadi boleh, terkecuali satu hal yang masih terlarang dilakukan sebelum Thawaf Ifadha, Sai dan Tahalallul Tsani, yakni berhubungan suami-istri (bercampur).
Jamaah haji melaksanakan tahalul awal atau mencukur rambutnya setelah melontar jumrah Aqabah di Mina, dekat kota suci Makkah.Tahalul awal, dilaksanakan dengan cara mencukur/memotong rambut sekurang-kurangnya 3 helai.
Usai tahallul awal, jemaah haji tak diwajibkan lagi mengenakan pakaian ihram saat melontar jumroh hari kedua, jumrotul ula, wustho, dan aqobah sekaligus. Saat pelemparan jumroh, banyak jemaah yang kelelahan. Sebab mereka harus berdesak-desakan dengan jemaah lainnya.
Apalagi jarak jangkau antara tenda mina dengan lokasi jamarat cukup jauh, yakni 3 Km atau 6 Km (PP) yang harus ditempuh berjalan kaki, maka jemaah haji yang uzur atau berhalangan karena sakit dibadalkan oleh anggota keluarga dan masing-masing Ketua Regu. (desyadi)