KOTABUMI — Amroni (30) warga Kelurahan Rejosari, Kecamatan Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara (Lampura), tidak dapat menahan kesedihannya. Tenaga honorer di Sekretariat DPRD Lampura itu harus kehilangan istri dan anak tercintanya yang masih dalam kandungan, untuk selama-lamanya. Desi Irawati (27) sang istri, menghembuskan nafas terakhirnya dalam perjuanganya melahirkan anak ketiganya yang diprediksi berjenis kelamin perempuan itu. Pihak Rumah Sakit Hi. M Yusuf Kali Balangan Kecamatan Abung Selatan, mengatakan terjadi Emboli Air Ketuban (Kondisi ketika air ketuban masuk dan bercampur ke dalam sistem peredaran darah sang ibu-red). Namun Amroni menduga, kematian istri dan anaknya pada Rabu (17/6)lalu sekira pukul 06.00 WIB itu, akibat kelalaian dan buruknya pelayanan yang dilakukan pihak Rumah Sakit tersebut.
Karenanya pada Sabtu (20/6) sekira pukul 18.00 WIB, Amroni melaporkan peristiwa itu ke Mapolres Lampura. Laporan tersebut tertuang dalam LP/593/B/VI/2020/Polda Lampung/SPKT RES LU, tentang setiap tenaga kerja kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan kematian.
Dengan nada sedih, Amroni menceritakan ikhwal kejadian. Berawal pada Senin (1/6) Ia bersama Desi istri mengecek kondisi Kandungan di Klinik dr. Indra Husada Lubis. Hasilnya baik dan bisa melahirkan secara normal. Perkiraan dr. Indra Husada Lubis, sekitar Sabtu (20/6) diperkirakan istrinya akan melahirkan. Lalu Amroni meminta saran dari dr. Indra, jika waktu persalinan tiba. dr. Indra menyarankan untuk langsung dibawa ke rumah sakit. “Bila waktu persalinan tiba, langsung dibawa saja ke rumah sakit Handayani atau Rumah Sakit Hi. Muhammad Yusuf Kalibalangan,” ujar Amroni menirukan perkataan dr. Indra.
Pada Selasa 16 Juni 2020 sekira pukul 10.00 WIB, istrinya sudah memberikan tanda-tanda ingin melahirkan. Sebagaimana disarankan dr. Indra, dirinya membawa Istrinya ke RS. Hi, Muhammad Yusuf Kali Balangan. Setiba dirumah sakit tersebut, sang istri masuk keruang rawat inap dan masih bukaan 1. Selama dirawat disana, tidak ada pelayanan yang berarti. Sekitar pukul 22.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB, Istrinya mengalami kontraksi dan merintih kesakitan. Amroni kemudian berkoodinasi dengan pihak rumah sakit agar di lakukan tindakan, namun tidak diindahkan. “Sama sekali tidak ada tindakan, hingga sekitar pukul 02.30 WIB istri saya mengalami pecah ketuban. Dalam kondisi demikian, tenaga medis hanya membersihkan air ketuban yang tumpah dan memindahkan keruangan kebidanan,” tutur Aamroni, Senin (22/6).
Diceritakan Amroni, kondisi istrinya pada saat itu semakin melemah dan mterus erintih kesekitan. Tenaga medis kemudian membawa keruang operasi. Desi pada saat itu merintih kesakitan dan sempat berkata, “Pah mana dokternya kok tidak sampek-sampek,” ucap dia menirukan perkataan Desi istrinya.
Kemudian, ke esokan harinya, sekira pukul 05.30 WIB, kondisi korban semakin kritis. Namun pada fase kritis tersebut, dokter baru tiba sejam setelah itu, yakni pada pukul 06.00 WIB. Setelah tiba dokter masuk keruangan persalinan dan langsung melakukan tindakan pemeriksaan kondisi tubuh, berupa pememasangan selang oksigen dan pemeriksaan bayi dalam kandungan. “Namun tindakan itu tidak lagi ada artinya, karena Allah berkehendak lain, Istri dan anak saya tidak bisa diselamatkan,” jelas Amroni sembari menangis.
Terpisah Direktur Rumah Sakit Hi.Muhammad Yusuf dr. Sri Haryati yang dikonfirmasi Radar Kotabumi, menjelaskan bahwa pasien Desi dan bayi didalam kandungannya meninggal dunia dengan diagnosa Embilo Air Ketuban.
“Berbagai upaya tindakan medis telah dilakukan untuk menyelamatkan Desi dan bayinya. Namun keduanya tidak bisa diselamatkan,” ungkapnya.
Dijelaskannya, pasien Desi masuk sekitar pukul 10.00 WIB dan tenaga medis langsung menangani pasien dengan mengecek kondisi ibu dan bayi. Selanjutnya, setiap 4 jam sekali tenaga medis terus mengontrol kondisi pasien hingga malam masih bukaan 1. Lalu, Bidan yang berjaga menganjurkan untuk dioperasi sesar. “Namun keluarga pasien memutuskan untuk berembuk terlebih dahulu dengan keluarga lainnya, hingga pada akhitnya, tepat di pertengahan malam keluarga bersedia untuk dioperasi,” terangnya.
Pihak rumah sakit melakukan pemeriksaan darah dan lainnya untuk persiapan operasi. “Pasien dipindahkan keruang operasi, dengan kondisi terjadi perubahan tekanan darah turun mendadak, napas tersengal-sengal, gelisah, dan seluruh tubuh dingin. Saya selaku dokter jaga dipanggil, saya melihat ada tanda tanda emboli air ketuban. semua obat masuk untuk menstabilkan tensi nadi oksigen yang ada pada tubuh pasien, setelah itu memanggil keluarga pasien dan menjelaskan kondisinya,” paparnya.
Ditambahkannya, Pihak rumah sakit sudah menyarankan untuk dirujuk, tapi pihak keluarga ingin pasien tetap minta dirawat di RS itu. “Semua upaya telah dilakukan untuk membantu pasien tapi Allah berkehendak lain,” pungkasnya. (fer/her)