Oleh : Yuli (calon wartawan Radar Kotabumi)
ABUNG TIMUR — Rumah sederhana berdindingkan papan di Dusun Dorowati Desa Penagan Ratu Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara, jadi saksi bisu. Bagaimana perjuangan Sutejo dan Susanti istrinya untuk Heryansyah putra keduanya. Anak yang semula lahir dengan sehat sebagaimana bayi lainnya, dalam perkembangannya divonis menderita Hidrosefalus. Sebuah gangguan medis berupa penumpukan cairan di rongga otak, sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Pada bayi dan anak-anak, hydrosefalus membuat ukuran kepala membesar.
Didampingi sang istri, Sutejo lelaki setengah baya itu menuturkan. Hidup pas-pasan membuat langkah kakinya sampai ke pulau Kalimantan tepatnya di kota Pontianak. Dikota itu dirinya menjadi buruh disebuah Perusahaan. Walau pekerjaan itu merupakan pekerjaan kasar dengan upah minimal, namun Sutejo merasa bahagia. Hidup bersama orang-orang tercinta, Istri dan anaknya. Lalu sekitar Tiga setengah tahun silam, kebahagiaanya bertambah dengan kelahiran putra keduanya. Meski secara ekonomi, keluarga ini hidup pas-pasan, namun kehadiran bocah kedua yang kemudian diberi nama Heryansyah, menjadi penyemangat baru. Apalagi Heryansyah lahir normal dengan kondisi baik dan tidak menunjukan gejala klinis apapun.
Namun beberapa waktu kemudian Heryansyah mengalami panas tinggi dan kejang. Awalnya itu dikira gejala klinis biasa yang dialami seorang anak. Tetapi kemudian, hasil rekam medis menunjukan anaknya menderita hydrosefalus. Sebuah penyakit akibat produksi dan penyerapan cairan otak tidak seimbang. Cairan otak diproduksi oleh otak secara terus menerus, dan diserap oleh pembuluh darah. Fungsinya sangat penting, antara lain melindungi otak dari cedera, menjaga tekanan pada otak, dan membuang limbah sisa metabolisme dari otak. Hanya saja mana kala itu tidak seimbang, mengakibatkan tekanan pada otak dan ukuran kepala terus membesar.
Setejo dan istri, menerima semua itu dengan ikhlas. Sambil terus berupaya melakukan pengobatan secara maksimal. Namun apa daya, kemampuannya terbatas. Apalagi kemudian, pandemi Covid-19 memaksanya berhenti dari pekerjaan. Ia termasuk satu diantara karyawan yang dirumahkan.
Terang saja situasi ini menjadi semakin sulit. Jangankan untuk mengobati Heryansyah, untuk hidup sehari-hari saja sudah kesulitan. Itulah yang menyebabkan Sutejo mengambil kesimpulan untuk pulang kampung. Ia memboyong istri dan anak-anaknya kembali ke kampung halaman di Dusun Dorowati.
Dapat dibayangkan, kembali ke kampung tanpa pekerjaaan yang jelas, membuatnya semakin kesulitan. Apalagi dirinya harus meneruskan upaya pengobatan Heryansyah sang buah hati. Harapannya, sang buah hati dapat sembuh dan kembali hidup normal. Tentu dengan pengobatan yang maksimal.
Tetapi harapan itu semakin terkikis dengan keadaan. Kondisi perekonomian yang sulit menyebabkan dirinya hanya mampu berdoa. Ada kepanjangan tangan Tuhan disana. Memberikan uluran, paling tidak membuatnya mampu membawa sang buah hati pada perawatan medis yang semestinya. Karena manusia patut untuk berikhtiar. Ketika itu sudah maksimal dilakukan, sepenuhnya menjadi hak sang Khaliq. Pemilik kehidupan. Keputusan apa yang akan diambil, karena sejatinya apapun itu adalah yang terbaik diberikan sang Illahi Robbi.
Itulah kepasrahan yang ditunjukan Sutejo dan istrinya. Berharap ada uluran tangan disana. Membantunya untuk mengobati sang buah hati. Agar kembali tumbuh normal sebagaimana seharusnya. Sebuah ketukan kepintu hati terdalam, untuk kita semua. Semoga Allah berkenan, menjadikan kita sebagai orang yang digerakan membantu kesulitan Sutejo dan adik kita Heryansyah. (**)