KOTABUMI–-–LSM Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Lampung Utara (Lampura), apresiasi langkah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Lampung yang melakukan proses pemeriksaan kembali terkait dugaan mark-up harga satuan bilik disinfektan. Dimana pemeriksaan difokuskan pada potensi ketidakwajaran harga yang terjadi dalam pengadaan bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampung Utara tahun 2020. “Kita apresiasi langkah BPK itu. Sebab akan menjadi jelas apakah ada indikasi mark up pada harga satuan bilik tersebut atau tidak.” jelas ketua PGK Lampura, Exsadi, Selasa (13/4).
Menurut Exsadi, jika hasil pemeriksaan menunjukan kebenaran telah terjadi mark up, BPK hendaknya tidak hanya merekomendasikan pengembalian indikasi kerugian negara saja, tetapi dapat meneruskannya pada Aparat Penegak Hukum (APH). Sehingga siapa saja yang terlibat dapat mempertanggungjawabkannya secara hukum. Apalagi soal bilik disinfektan terjadi ditengah pandemi, dan dana yang dipergunakan merupakan dana penanggulangan Covid-19. Artinya menyangkut keselamatan dan hajat hidup rakyat banyak. “Jika benar terjadi penyimpangan, ini kejahatan serius yang harus ditindak secara tegas. Bukan semata mengembalikan kerugian negara saja,” ujar Exsadi.
Sebelumnya, PGK Lampura sangat serius menyoroti dugaan mark up bilik disinfekatan. Bahkan puluhan aktivis PGK Lampura turun kejalan, pada Rabu (31/3) lalu. Mereka melakukan aksi di dinas Kesehatan setempat, mendesak pihak Dinas Kesehatan untuk melengkapi dokumen serta bukti kewajaran harga bilik itu, dan meminta mereka tidak lagi mengulangi perbuatan serupa.
Selanjutnya puluhan aktivis PGK bergerak menuju kantor Inspektorat Kabupaten Lampura. Lalu ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampura yang kala itu diterima langsung oleh Kepala Seksi (Kasi) Intel Hafiezd. Dalam kesempatan itu, Exsadi yang mewakili PGK menyampaikan apa yang menjadi tuntutan mereka. Menjawab itu, Hafiezd mengatakan Kejari Lampura siap mendalami potensi ketidakwajaran harga dalam proyek pengadaan bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampura tahun 2020 senilai Rp1.023.550.000. Meskipun pihak kejaksaan masih terlebih dulu menunggu hasil pemeriksaan dari pihak Inspektorat sebelum masuk ke dalam persoalan itu. Jika memang hasilnya mewajibkan pihaknya untuk menindaklanjuti maka mereka pasti mendalaminya. “Apabila ada temuan yang harus kami tindaklanjuti, tidak mungkin tidak kami tindak lanjuti,” tegas Hafiezd kala itu.
Dalam perkembangannya, justru BPK RI Perwakilan Lampung, yang lebih dulu bergerak. BPK pastikan lakukan pemeriksaan terkait dugaan mark-up harga satuan bilik disinfektan. Bahkan proses pemeriksaan kembali terhadap pengadaan proyek bilik disinfektan tersebut, mulai dilakukan BPK. Pemeriksaan difokuskan pada potensi ketidakwajaran harga yang terjadi dalam pengadaan bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampung Utara tahun 2020 tersebut. “Persoalan bilik disinfektan itu kembali kita proses. Nah proses pemeriksaan itu masih berlangsung, karenanya kami belum dapat menyampaikan apa hasilnya. Tunggu saja hasil pemeriksaan,” tegas Fadil, pegawai BPK RI Perwakilan Lampung usai kegiatan bersama pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampura, Jum’at (9/4) lalu.
Sebelumnya, Inspektorat melalui Inspektur Pembantu Wilayah IV, Rofi Febriansyah mengatakan telah menyerahkan kembali temuan mengenai potensi ketidakwajaran bilik disinfektan pada pihak BPK. Alasannya, mereka tidak dapat menentukan apakah harga masing – masing bilik itu wajar atau tidak.
“Terkait bilik disinfektan ami serahkan kembali pada BPK karena baik rekanan atau PPK dinas kesehatan ?tidak dapat melengkapi dokumen mengenai kewajaran harga seperti seperti yang diharuskan oleh BPK,” terang Rofi.
Di lain pihak, Kejaksaan Negeri Lampung Utara siap mendalami potensi ketidakwajaran harga dalam pengadaan bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampung Utara tahun 2020 senilai Rp1.023.550.000. Pernyataan itu disampaikan untuk merespon tuntutan Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Lampura yang menggelar aksi unjuk rasa di kantor mereka pada akhir Maret lalu
Seperti diberitakan sebelumnya, permasalahan mengenai proyek pengadaan 53 bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampung Utara tahun 2020 senilai Rp1.023.550.000 berawal dari hasil temuan BPK.? BPK menemukan potensi ketidakwajaran harga dalam pengadaan itu saat mengaudit anggaran Covid-19 Lampung Utara tahun 2020.
Hasil audit mereka tertera dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tentang kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020 pada Pemkab Lampung Utara dengan nomor LHP : 39/LHP/XVIII.BLP/12/2020 tertanggal 15 Desember. Dalam LHP itu disebutkan bahwa selisih harga hingga 500 persen untuk tiap unit bilik tersebut.
Ringkasnya, hasil perhitungan BPK harga tiap bilik itu hanya berkisar antara Rp3,1 juta – Rp4,2 juta saja, sedangkan harga tiap unitnya dari PT SPB selaku rekanan mencapai Rp17,5 juta. Dalam menentukan potensi ketidakwajaran harga itu, BPK menggunakan dua metode, yakni survei dan kontrak sejenis.
Hasil survei menunjukan jika harga tiap unit bilik itu hanya Rp3.143.180,00. Jika harga itu dikalikan d?engan jumlah bilik maka total biaya yang harus dikeluarkan hanya Rp166.588.540,00 saja. Metode survei ini mendapati selisih harga hingga 500 persen, tepatnya sebesar Rp760.911.460,00.
Metode kedua yang digunakan ialah merujuk pada kontrak sejenis antara PT SPB ?dengan Dinas Perhubungan Lampung. Dalam kontrak tersebut tertera harga tiap unitnya hanya Rp4.250.000. Hasilnya, terdapat selisih harga sebesar Rp688.880.750,00. (fer/her)