Oleh: Mahmud Marhaba (Ketum DPP PJS)
TIDAK ada kata mundur dalam memperjuangkan mereka yang termarginal, terpinggirkan, dan sering diberi label wartawan abal-abal serta wartawan bodrex.
Inilah prinsip yang menjadi landasan bagi Pro Jurnalismedia Siber (PJS), sebuah organisasi pers yang relatif baru di Indonesia. Meski pun usianya baru menanjak ke tahun kedua, PJS telah berkembang pesat dan memiliki tekad kuat untuk merubah paradigma wartawan di negeri ini.
*Menyuarakan Kebenaran dan Kesetaraan*
PJS lahir sebagai respons terhadap ketidaksetaraan dan diskriminasi yang seringkali dialami oleh wartawan. Pasal 7 butir (a) dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers dengan tegas menyatakan bahwa wartawan memiliki kebebasan untuk memilih organisasi wartawan. Ini berarti bahwa setiap wartawan, termasuk mereka yang bekerja di platform media digital, berhak untuk bergabung dengan organisasi pers.
Dalam usia yang terbilang muda, PJS telah mengakar di 27 provinsi dengan keanggotaan yang solid. Mereka berhasil mencapai target membentuk pengurus Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di setiap daerah. Ini adalah langkah penting menuju pemenuhan persyaratan administratif dari Dewan Pers.
*Menghadapi Tantangan Administratif*
Pada bulan September 2023, PJS akan mengambil langkah berani untuk menyempurnakan semua administrasi yang dibutuhkan sebagai syarat pendaftaran ke Dewan Pers. Masing-masing DPD dan DPC PJS di seluruh Indonesia sedang bekerja keras untuk menyelesaikan 5 item administrasi yang akan menjadi dasar pendaftaran mereka.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PJS dengan tegas mengingatkan bahwa anggota PJS haruslah wartawan yang bekerja di media yang jelas, memiliki badan hukum, kantor representatif, dan tidak menjadi pengurus atau anggota organisasi sejenis yang merupakan konstituen Dewan Pers. Mereka juga harus siap untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), sebuah langkah penting menuju profesionalisme yang menjadi harapan dan tujuan Dewan Pers.
*Integritas, Kompetensi, dan Profesionalisme*
Sejak awal berdirinya, PJS telah menegaskan bahwa integritas, kompetensi, dan profesionalisme adalah nilai-nilai inti yang harus dijunjung tinggi. Mereka berkomitmen untuk melatih dan mendidik wartawan agar menjadi jurnalis yang handal, dengan produk jurnalistik yang kuat dan sesuai dengan etika jurnalistik yang berlaku. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menjadi pegangan yang tak bisa diganggu gugat bagi setiap anggota PJS.
*Menjaga Disiplin*
PJS juga menunjukkan ketegasannya dalam menjaga disiplin dan menyelaraskan pengurus dan anggotanya. Sebagai Ketua Umum DPP PJS, saya tidak ragu untuk mengambil langkah-langkah tegas, bahkan terhadap mereka yang memiliki hubungan emosional pribadi maupun dengan organisasi. Disiplin adalah pondasi utama untuk menyelamatkan organisasi ini.
Dari 27 provinsi yang telah terbentuk, 8 DPD PJS terpaksa harus ditangguhkan kepengurusannya dan ditunjuk Pelaksana Tugas (Plt) untuk menjalankan perintah organisasi. Bahkan, kepengurusan DPD dan DPC diberhentikan secara tegas karena ketidaktaatan mereka terhadap perintah organisasi. Ini adalah tindakan keras, tetapi diperlukan untuk menjaga integritas dan disiplin dalam organisasi.
*Pangkas yang Tidak Bersinergi*
Ketika saya memimpin Musda di DPD PJS Banten akhir Agustus kemarin, dalam ilustrasi yang digambarkan bagaimana pimpinan bersikap arif untuk memotong ranting yang tidak bisa bersinergi. Bagi kami, lebih baik mengorbankan beberapa bagian agar tidak merusak akar dan batang dari sebuah organisasi. Lebih baik menghindari kerusakan yang lebih besar dan membahayakan keselamatan banyak orang.
PJS, di bawah kepemimpinan yang tegas ini, mengajak setiap anggotanya untuk bergerak bersama sesuai dengan instruksi organisasi. Saatnya semakin dekat, dan tugas berat menanti: melengkapi semua berkas yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendaftar sebagai konstituen Dewan Pers.
*Mengukir Masa Depan Jurnalis Kompeten*
Dalam dunia yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat, peran jurnalis sebagai penjaga demokrasi dan penyampai informasi yang akurat menjadi semakin penting. Namun, banyak jurnalis merasa terpinggirkan, tidak diakui, dan seringkali mendapat julukan merendahkan. Di sinilah Pro Jurnalismedia Siber (PJS) muncul sebagai harapan bagi mereka yang ingin berjuang untuk hak mereka sebagai wartawan sejati.
Wartawan yang belum berkesempatan ikut UKW selalu menjadi bahan cibiran di sesama kalangan wartawan. Mereka memandang yang belum mengantungi sertifikat UKW adalah wartawan abal-abal dan wartawan bodrex. Untuk itu, PJS berkomitmen selalu mengambil kesempatan disetiap Dewan Pers memfasilitasi UKW gratis di berbagai provinsi. Provinsi Kepulauan Riau dan Gorontalo adalah bukti nyata bagaimana PJS memanfaatkan peluang tersebut dengan mengambil semua kelas untuk mengikuti UKW fasilitas Dewan Pers itu.
Di samping itu, PJS juga melakukan UKW mandiri di mana setiap pengurus di daerah menjadi panitia UKW dengan mengundang lembaga uji di bawah Dewan Pers. Hal ini dilakukan untuk tidak lain memberikan kesempatan yang sama kepada wartawan untuk bisa sejajar dengan wartawan lainnya menikmati UKW di berbagai kesempatan. Semoga, kehadiran PJS bisa memerikan rasa kesetaraan diantara sesama wartawan dan mensukseskan target Dewan Pers.*[]