KOTABUMI–-Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Kejaksaan Negeri Lampung Utara (Lampura) diminta serius menelusuri kasus dugaan mark up harga satuan bilik disinfektan. Sebab indikasi adanya markup dalam pengadaan 53 unit bilik disinfektan tersebut semakin menguat. Ini dibuktikan dengan pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Lampung, yang akan kembali melakukan pemeriksaan. Dimana pemeriksaan difokuskan pada potensi ketidakwajaran harga yang terjadi dalam pengadaan bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampung Utara tahun 2020. “Kasus ini mencuat berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, tentang kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020 pada Pemkab Lampung Utara. Lalu BPK kembali akan melakukan pemeriksaan. Itu artinya, indikasi mark up atau penyimpangan semakin menguat,” jelas ketua LSM Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Lampura, Exsadi, Kamis (15/4).
Karenanya, APH harus serius untuk menindaklanjuti temuan BPK RI. Ketika terindikasi ada penyimpangan, dapat langsung melakukan pemeriksaan. “Tinggal tunggu saja proses pemeriksaan BPK selesai. Jika memang indikasinya kuat, maka kasus ini harus diusut tuntas dan menjadi terang benderang,” tambahnya.
Apalagi, lanjut Exadi sewaktu PGK turun kejalan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampura melalui Kepala Seksi (Kasi) Intel Hafiezd mengatakan jika Kejari Lampura siap mendalami potensi ketidakwajaran harga dalam proyek pengadaan bilik disinfektan senilai Rp1.023.550.000. Meskipun pihak kejaksaan masih terlebih dulu menunggu hasil pemeriksaan dari pihak Inspektorat sebelum masuk ke dalam persoalan itu. “Apabila ada temuan yang harus kami tindaklanjuti, tidak mungkin tidak kami tindak lanjuti, tegas pak Hafiezd kala itu.” ujar Exsadi
Sebelumnya, PGK Lampura sangat serius menyoroti dugaan mark up bilik disinfekatan. Bahkan puluhan aktivis PGK Lampura turun kejalan, pada Rabu (31/3) lalu. Mereka melakukan aksi di dinas Kesehatan setempat, Inspektorat dan Kejari Lampura.
Seperti diberitakan sebelumnya, permasalahan mengenai proyek pengadaan 53 bilik disinfektan di Dinas Kesehatan Lampung Utara tahun 2020 senilai Rp1.023.550.000 berawal dari hasil temuan BPK.? BPK menemukan potensi ketidakwajaran harga dalam pengadaan itu saat mengaudit anggaran Covid-19 Lampung Utara tahun 2020.
Hasil audit mereka tertera dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tentang kepatuhan atas penanganan pandemi Covid-19 tahun 2020 pada Pemkab Lampung Utara dengan nomor LHP : 39/LHP/XVIII.BLP/12/2020 tertanggal 15 Desember. Dalam LHP itu disebutkan bahwa selisih harga hingga 500 persen untuk tiap unit bilik tersebut.
Ringkasnya, hasil perhitungan BPK harga tiap bilik itu hanya berkisar antara Rp3,1 juta – Rp4,2 juta saja, sedangkan harga tiap unitnya dari PT SPB selaku rekanan mencapai Rp17,5 juta. Dalam menentukan potensi ketidakwajaran harga itu, BPK menggunakan dua metode, yakni survei dan kontrak sejenis.
Hasil survei menunjukan jika harga tiap unit bilik itu hanya Rp3.143.180,00. Jika harga itu dikalikan d?engan jumlah bilik maka total biaya yang harus dikeluarkan hanya Rp166.588.540,00 saja. Metode survei ini mendapati selisih harga hingga 500 persen, tepatnya sebesar Rp760.911.460,00.
Metode kedua yang digunakan ialah merujuk pada kontrak sejenis antara PT SPB ?dengan Dinas Perhubungan Lampung. Dalam kontrak tersebut tertera harga tiap unitnya hanya Rp4.250.000. Hasilnya, terdapat selisih harga sebesar Rp688.880.750,00. (fer/her)