KOTABUMI–Posisi jabatan wakil bupati (Wabup) dalam penyelenggaraan pemerintahan sangatlah penting. Meskipun kedudukan Wabup tidak tertera dalam konstitusi. Tetapi secara yuridis normatif dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, secara tegas menyebutkan kedudukan dan peranannya cukup strategis.
Kalau dilihat dari tugas dan fungsi Bupati yang begitu besar. Wabup bertanggungjawab kepada Bupati, serta mendapat wewenang dan fungsi untuk membantu tugas dan fungsi Bupati selama masa jabatannya. Hukum tata negara menjamin pengisian jabatan Wabup, merupakan pengejawantahan dari sistem politik demokrasi dan peraturan perundang-undangan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.
“Perspektif hukum tata negara tidak bisa diabaikan dengan membiarkan pemilihan Wabup tidak jelas. Sekalipun pandemi covid-19 cukup serius dan mengkhawatirkan.”tegas Slamet Haryadi, SH.M.Hum, mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjung Karang, ketika dijumpai dikediamannya, Selasa (24/8).
Penjelasan Salmet Haryadi itu disampaikan, menanggapi masih kosongnya kursi wabup Lampung Utara (Lampura). Padahal sudah sembilan bulan sejak dilantiknya Budi Utomo sebagai bupati Lampura pada Selasa, 3 November 2020, untuk sisa maja jabatan 2019-2024
Dosen pada Universitas Muhammadiyah Kotabumi (Umko) itu mengatakan, pemegang kewenangan harus menentukan dan menetapkan kapan pelaksanaannya, demi kepastian hukum yang berkeadilan dan berkemanfaatan. Meskipun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008, tidak memberikan batasan waktu proses pengisian jabatan wabup.
Namun karena jabatan wabup sangat penting dan dapat membuat fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahanan semakin berjalan dengan lebih baik dan optimal, maka harus ada langkah kongkrit dari Bupati, partai pengusung, dan DPRD. “Sebab merekalah pemegang kewenangan penyelenggara dan pengambil keputusan pengisian Wabup,” ujar Slamet Haryadi.
Menurutnya, pemegang kewenangan harus tegas. Mau tidaknya mengisi jabatan Wabup? Jika mau, harus ada langkah-langkah konkritnya. Seperti pimpinan DPRD menyampaikan kepada publik mengenai capaian dan hambatan berdasarkan pembiayaan yang sudah dianggarkan tahun 2020. Dari urusan tata tertib, panitia khusus, hingga tahapan-tahapan mulai dari fit and proper test hingga sidang paripurna. Kemudian Parpol pengusung berperan optimal sebagai sarana sosialisasi dan rekruitmen calon Wabup.
Tentu mengedepankan calon yang berkualitas, profesional dan berintegritas. Sedangkan Bupati beserta Sekretaris Kabupaten berperan mendukung dan memfasilitasi segera dan mengatasi sumbatan yang menjadi kendalanya. “Namun jika para pemegang kewenangan tidak mau mengisi jabatan Wabup, maka harus dijelaskan alasan hukum dengan logika akal sehatnya, sehingga publik dapat menerimanya.” jelasnya.
Ditambahkannya, orientasi perlunya Wabup penting mendapat perhatian bersama, dengan semangat membangun Lampura. Terkait dengan vested interest (kepentingan pribadi/kelompok), siapa mendukung siapa dan dapat apa, adalah realitas politik demokrasi saat ini. tetapi setidaknya para pemegang kewenangan bisa mengedepankan kepentingan daerah, supaya bisa membuat keputusan cepat dan tidak menyalahi konstitusi. (her)