KOTABUMI — Ratusan Sekolah di Kabupaten Lampung Utara (Lampura), tak tersentuh bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik bidang Pendidikan. Ini lantaran dalam setiap tahun anggaran, hanya sekitar belasan sekolah yang ditetapkan sebagai penerima program. Padahal jumlah SD saja, mencapai 432 sekolah.
Untuk Tahun 2021 dari total DAK, Rp.11 Miliar, ditetapkan hanya 16 SD dan 1 SMP, penerima DAK. Berarti ada 400 lebih sekolah yang tidak tersentuh DAK. Padahal diantara sekolah-sekolah itu kondisi bangunannya sudah sangat memprihatinkan. Usulan atau proposal untuk perbaikan juga sudah berulang kali disampaikan. “Lihat sendiri pak kondisi sekolah kami, sangat miris. Atapnya saja sudah banyak yang rusak dan dimungkinkan ambrol” ungkap salah seorang Kepala SD dikecamatan Tanjung Raja, Kamis (30/12).
Dituturkannya, jika dirinya sudah sekitar empat tahun menjabat kepala sekolah. Hampir setiap tahun, ia selalu menyampaikan proposal perbaikan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampura. Tahun ini ia juga menyampaikan lewat aplikasi KRISNA. “Sudah capek pak kita usulkan, tapi gak pernah realisasi. Mungkin karena kami lurus-lurus saja” ujarnya penuh arti.
Sebab, lanjutnya lagi, dirinya beserta sejumlah kepsek lain dikecamatan itu memang tidak melakukan ‘loby khusus’ pada oknum pejabat diknas. Melainkan hanya sebatas memberikan proposal saja. “Kalau harus ada loby apalagi membangun komitmen fee, terus terang lebih baik sekolah kami gak dapat, kami takut terjerat hukum pak” tambahnya.
Memang penetapan sekolah penerima, sangat berpotensi terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Sebab presentase peluang masuk daftar sangat kecil, 1 berbanding 400 bahkan lebih. Sehingga perlu ‘power’ tersendiri, inilah yang membuat Kepsek ambil jalan pintas dengan KKN, diantaranya membangun komitmen fee. Sebagaimana diungkap Dekan Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) UMKO, Suwardi.
Menurut Suwardi, penetapan sekolah penerima sangat rawan KKN. Indikasinya semakin menguat, manakala mendapati banyak kondisi sekolah yang rusak parah namun tidak memperoleh bantuan. Sementara ada sekolah yang berulang-ulang dapat bantuan. Baik itu sekedar rehabilitasi maupun pembangunan gedung baru. Meskipun saat ini usulan dilakukan secara online melalui aplikasi KRISNA, tapi peran pejabat daerah atas usulan itu sangat besar. Sebab logikanya yang lebih tahu kondisi, tentu daerah. “Kita prihatin, banyak sekolah yang luput dari bantuan, padahal kondisinya sudah sangat membutuhkan bantuan. Patut dipertanyakan apa dasar Disdikbud menetapkan sekolah penerima. Jangan-jangan memang ada permainan oknum,” ungkapnya
Terpisah Mas’ud, Kepala Bidang (Kabid), Pembinaan Sekolah Dasar, mewakili Mat Soleh, Kepala Disdikbud Lampura, menyatakan Disdikbud Lampura tidak ada komitmen sedikitpun dengan Kepala Sekolah yang sekolahnya menerima bantuan DAK. “Tidak ada itu. Kami dari pihak Disdik Lampura, atau dari diri saya pribadi, sama sekali tidak pernah mengikat komitmen ataupun meminta dan mematok sejumlah Fee dengan pihak manapun, dalam pelaksanaan, dan pengajuan DAK 2021” tegasnya.
Mas’ud menambahkan untuk kriteria penerima DAK itu di nilai dan di lihat dari segi kebutuhan sekolah masing-masing, bukan dari segi kerusakannya. Dan yang menentukan sekolah penerima bantuan DAK itu adalah dari Kementerian pusat.
Misalnya, sekolah tersebut tidak memiliki ruang perpustakaan, ruang guru, ruang komputer, dan ruang UKS serta kebutuhan lainnya. Pengajuan itu sendiri, di usulkan oleh masing-masing pihak sekolah secara Online melalui operator lewat aplikasi KRISNA, dan di setujui oleh Kemendikbud. (fer/her)