Oleh : Hi. Sukatno, SH
(Kepala Disdikbud Lampung Utara)
Assalamualaikum Wr. Wb…..
Bulan Ramadhan merupakan bulan istimewa di antara bulan lainnya. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, dan bulan yang mampu merubah diri seseorang umat-Nya.
Untuk itu, dalam menjalankan puasa Ramadhan bukan hanya mampu menahan diri dari rasa lapar dan dahaga saja, akan tetapi harus mampu merubah diri kita kea rah yang lebih positif.
Semua aktivitas yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini, tidak hanya menambah kekhusukan ibadah namun juga dapat menjadikan bulan yang penuh khidmat ini menjadi penuh amaliah serta pengampunan.
Allah SWT berfirman : ” Sesuangguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri”(QS AR – RA’DU 11).
Agar dapat menjadikan Ramadhan sebagai bulan pendidikan maka kita harus melakukan beberapa hal sebagai berikut :
– Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah(Taubat)
Umat manusia merasa banyak berlumuran dosa, maka bulan Ramadhan menjadi bulan pertaubatan atau syahrut taubah. Di bulan inilah saat yang tepat untuk menyucikan diri. Menjadikan Ramadhan sebagai bulan pengembalian jati diri atas fitrah kehambaan.
Karena, disadari atau tidak, proses kehidupan dengan segala dinamika dan problematikanya telah menciptakan krisis kemanusian itu sendiri. Ketika identitas diri acapkali hanya dikaitkan dengan jabatan, gelar, harta, dan kepemilikan, di sinilah tugas kehambaan justru terabaikan.
Padahal, sangatlah jelas perintah-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Al-Dzariyat: 56). Beribadah, tak lain adalah menjadi hamba yang sebenar-benarnya.
– Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah(Pendidikan)
Ramadan menjadi ajang pendidikan (syahrut tarbiyah) akan tugas-tugas kehambaan. Dengan kekhusyukan berpuasa dan berbagai amalan yang dilakukan, maka “nafsu” akan terkendalikan. Sehingga nafsu amarah, yang selalu condong pada keburukan (Qs. Yusuf: 53), tak lagi dominan.
– Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Muhasabah(Instrofeksi)
Dengan demikian, yang akan di kedepankan adalah sikap introspektif, selalu berhati-hati dan mawas diri. “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang selalu menyesali dirinya sendiri.” (Qs. Al-Qiyamah: 2). Inilah yang disebut nafsu lawwamah. Dan puncaknya, pencapaian ketenangan jiwa atau yang biasa disebut nafsul-muthmainnah. Yakni, jiwa yang telah sanggup menerima cahaya kebenaran Ilahi. Selalu menolak segala keburukan. Sikap dan laku hidupnya senantiasa dihiasi dengan sifat-sifat yang terpuji.
Jiwa-jiwa itulah yang secara khusus mendapatkan panggilan. “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Qs. Al-Fajr: 27-30).
Kehidupan umat manusia haruslah senantiasa bermuhasabah atau evaluasi, terhadap langkah – langkah yang telah kita perbuat, dengan senantiasa menajamkan mata hati, sehingga kita tidak menjadi orang /kelompok yang senantiasa mencari – cari kesalahan orang lain, tanpa mengintropeksi diri sendiri.
Dengan merenungi merenungi makna setiap langkah kita dalam meniti kehidupan di muka bumi sebagai bekal untuk akhirat nanti sehingga kita bisa berlaku adil dalam beribadah maupun kepada sesama.
Wassalamualaikum Wr. Wb….