JAKARTA – Munculnya grup Facebook Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Garut dan Balikpapan cukup meresahkan publik. Apalagi komunitas yang tergabung dalam grup tersebut mencapai ribuan orang. Parahnya lagi, yang menjadi anggota mayoritas adalah pelajar SMP dan SMA. Jumlah penghuni grup yang mencapai angka ribuan itu diakui oleh Wakil Bupati Garut Helmi Budiman. Jumlah tersebut berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Garut.
Menanggapi hal tersebut, Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu mengatakan, sampai Rabu (10/10), Kementerian Kominfo belum menerima surat pemberitahuan dari KPAI mengenai keberadaan grup-grup tersebut. Meski demikian, dalam dua hari ini, Subdit Pengendalian Konten Internet Negatif Ditjen Aplikasi Informatika Kemkominfo telah melakukan analisis atas konten pada group Facebook yang diduga mengandung muatan LGBT tersebut.
“Pada prinsipnya, Subdit Pengendalian Konten Internet Negatif Kemkominfo akan melakukan tindakan blokir atau pemutusan akses jika konten pada grup FB tersebut mengandung muatan pornografi,” kata Ferdinandus.
Ia menjelaskan, kategori pornografi mengacu pada UU No. 44 Tahun 2008 adalah konten yang secara eksplisit memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pihaknya kini tengah berkoordinasi dengan pihak Polres Garut.
“Subdit Pengendalian Konten Internet Kemkominfo juga tengah berusaha berkoordinasi dengan Polres Garut mengenai kasus ini, jangan sampai jika group FB diblokir oleh Kemkominfo malah justru menghambat proses penyelidikan atau penyidikan yang sedang dilakukan oleh Polres Garut,” terangnya.
Lebih lanjut, Ferdinandus membeberkan sejauh ini hingga awal Oktober 2018, pihaknya telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 890 ribu website yang setelah ditelusuri mengandung konten-konten yang melanggar ketentuan perundang-undangan. Terutama yang mengandung pornografi.
“Hingga awal Oktober 2018 ini, Kementerian Kominfo telah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 890 ribu website yang melanggar undang-undang, 80 persen di antaranya adalah website pornografi,” tutupnya. (fin/fik)