KOTABUMI—Mendapat gugatan ganti kerugian dalam sidang pra peradilan oleh pemohon, Oman Abdurohman(51) Warga Kampung Sangereng, Dusun Telaga, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pihak, termohon I(Kepolisian), dan Termohon II(Kejaksaan), menilai gugatan itu mengada – ada dan tidak berdasar hukum.
” Permohonan penetapan ganti kerugian, dan rehabilitasi telah lampau atau dengan kata lain telah daluarsa,”ujar IPDA Edwin, mewakili termohon I (Pihak Kepolisian) dalam sidang sidang pra peradilan ganti kerugian yang dipimpin hakim tunggal Imam Munandar dalam agenda jawaban termohon I dan II di Pengadilan Negeri(PN) Kotabumi), Rabu (12/6).
Menurutnya, bahwa batas waktu pengajuan tuntutan ganti kerugian diatur secara limitatif dalam peraturan dan undang-undang, yakni tiga bulan sejak dikeluarkannya putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. ” Pengajuan permohonan pemohon tanggal 20 Mei 2019 di Pengadilan Negeri Kotabumi yang berdasarkan pada putusan pidana pengadilan negeri terhitung mulai tanggal 7 Juni 2018, dan putusan kasasi Mahkamah Agung tanggal 25 September 2018. Maka didapati angka yang fantastis yaitu jarak waktu permohonan adalah kurang lebih 9 bulan,” terang Edwin.
” Bahwa pemohon menuntut ganti kerugian kepada termohon I hal ini adalah sangat mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum. Karena diketahui secara yuridis tuntutan ganti kerugian tertuang dalam pasal 95 ayat 2 KUHAP,” tegasnya.
Sementara itu, Jaksa Dian mewakili termohon II (Pihak Kejaksaan) saat membacakan jawaban atas gugatan tersebut, bahwa termohon II telah secara sah melakukan penahanan. Di mana, saat dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti oleh penyidik kepada penuntut umum, telah dilakukan sesuai aturan yang berlaku dengan penyampaikan surat perintah penahanan terhadap pemohon dan keluarga pemohon disertai dengan berita acara pelaksanaan penahanan terhadap pemohon.
” Perihal ganti kerugian oleh pemohon mengada-ada, karena dalam Pasal 95 ayat 2 KUHAP, bahwa tuntutan ganti kerugian oleh tersangka, atau ahli warisnya atas penangkapan, atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang – undang, atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77,”tegas Dian.(rid)
Selengkapnya, baca edisi cetak 13 Juni 2019