Oleh : Hery Maulana
Assalamualikum Wr.Wb
Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) murni merupakan program pemerintah pusat.
Ini merupakan upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan
permukiman kumuh di perkotaan. Program ini mendukung “Gerakan 100-0-
100”, yaitu 100 persen akses air minum layak, 0 persen permukiman kumuh, dan 100
persen akses sanitasi layak.
Pembiayaan dari program tersebut juga dari pemerintah pusat. Kabupaten/kota,
sebagai penerima program hanya melaksanakan dan melakukan persiapan. Agar
program tersebut tepat sasaran dan tidak jadi banjakan.
Namun kemudian program pemerintah pusat tersebut menjadi ‘seksi’ sebagai
dagangan politik. Klaim dari sejumlah politisi, baik berasal dari DPR RI, DPRD provinsi
hingga ke kabupaten, bermunculan. Bahwa program itu dapat sampai kedaerah atas
prakarsa dan jerih payahnya. Ada keterlibatan politisi itu atas program
diselenggarakan didaerah tersebut.
Mirisnya, bukan hanya masyarakat yang termakan klaim tersebut, pemerintah
daerah juga tidak mampu mengklarifikasi secara gamblang. Bahkan cenderung
memberikan pembenar atas klaim yang dilakukan. Diantaranya dengan memberikan
ruang yang sangat luas dalam proses pelaksanaan program. Bahkan ketika program
dimulai, peletakan batu pertama juga dilakukan sang politisi.
Begitu leluasanya terkait klaim program Kotaku itu, hingga ketika ada perubahan
mendadak lokasi penerima program, Pemkab tidak berdaya. Walaupun kepala
Daerah telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) penetapan lokasi penerima. Seperti
yang terjadi pada Kelurahan Kotaalam Kecamatan Kotabumi Selatan, Lampung Utara
(lampura).
Bupati telah menerbitkan SK, diantara penerima program adalah Kelurahan Kotalam.
Namun tiba-tiba, lokasi penerima berubah. Bukan keluarahan Kotaalam tetapi
digantikan menjadi Desa Candi Mas. Konon, perubahan lokasi itu lantaran ada
ketidak singkronan antara lurah Kotaalam dengan oknum politisi. Meski ini hanya
sebatas kabar burung yang sulit untuk dibuktikan.
Terlepas dari bener tidaknya kebar itu, tetapi patut menjadi catatan penting. Kiranya
Pemkab Lampura tidak boleh diintervensi oleh politisi manapun juga terkait sebuah
kebiajakan. Apalagi jika itu menyangkut kepentingan dan hajat hidup orang banyak.
Berjalanlah sesuai koridor, tanpa harus tunduk dan takut dengan pihak-pihak
tertentu. Ketika sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundangan, maka tidak
ada yang boleh mengintervensinya. Siapapun itu. (**)
Wassalam