Assalamualaikum Wr.Wb
Oleh : Hery Maulana
Surplus atau defisit, merupakan hal yang lumrah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam Permendagri No.13/2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dikatakan Surplus APBD merupakan selisih lebih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah, manakala pendapatan lebih besar daripada jumlah belanja. Sedangkan Defisit APBD merupakan selisih kurang antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah dimana jumlah pendapatan lebih kecil daripada jumlah belanja.
Apabila APBD mengalami surplus tidak selalu berarti daerah tersebut memiliki kelebihan kas, namun hal tersebut terjadi karena anggaran pendapatan daerah lebih besar dari anggaran belanja daerah. Surplus anggaran pendapatan tersebut dapat dianggarkan oleh daerah untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/daerah lain, dan pembentukan dana cadangan.
Demikian pula halnya ketika APBD mengalami defisit. Karena defisit tersebut dapat dibiayai dengan penerimaan pembiayaan, termasuk dalam penerimaan pembiayaan tersebut misalnya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang. SiLPA merupakan dana milik daerah yang bersangkutan, sehingga tidak menimbulkan risiko fiskal seperti halnya pinjaman. Dalam hal APBD mengalami defisit, tidak ada pendanaan khusus yang disalurkan dari APBN kepada daerah untuk menutup defisit tersebut.
Dengan demikian, defisit pada APBD Lampung Utara 2022, bukanlah persoalan serius. Apalagi jika pada APBD sebelumnya terdapat SiLPA, pasti anggaran di APBD setelahnya ada defisit. Sebab uang yang masih tersisa tahun lalu mesti dibelanjakan. Terpenting justru bagaimana strategi pemerintah setempat untuk menutupi defisit tersebut.
Diantaranya dengan peningkatan pendapatan daerah, efisiensi belanja, hingga penjualan aset.
Untuk peningkatan Pendapatan Daerah, rasanya sulit menutupi defisit. Sebab PAD Lampura masih bertumpu pada pajak dan retribusi Daerah yang jumlahnya masih terbilang kecil. Yakni kisaran Rp.125 Miliar pertahun. Sedangkan penjualan aset juga tidak signifikan, disamping akan mengundang banyak pertanyaan publik. Karenanya yang mungkin dilakukan adalah, melakukan efisiensi belanja. Belanja yang belum prioritas dikurangi dan menhilangkan belanja yang terbilang pemborosan dan tidak menyentuh kepentingan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Lampura, sudah cukup piawai dalam merefocusing anggarannya. Ini terlihat ketika kuangan Daerah tersedot untuk penanggulangan Pandemi. Pemkab setempat melakukan refocusing pada setiap Satuan Kerja. Sejumlah anggaran dipangkas Bahkan hingga 50 persen. Walaupun pemangkasan yang dilakukan membuat kinerja Satuan Kerja tidak dapat optimal. Strategi ini dapat dilakukan pemerintah, meskipun dilakukan dengan lebih bijaksana. Tidak sampai membuat Satuan Kerja tidak dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sebagaimana yang diprogramkan (**)
Wassalam